Kerajaan Kutai: Sejarah, Letak, Raja-raja, Masa Kejayaan, Kehidupan, Peninggalan-peninggalan, dan Keruntuhan.
Kerajaan Kutai
Sumber gambar : https://pengajar.co.id/wp-content/uploads/2020/04/Kerajaan-Kutai-e1586243003433.jpg
Kerajaan Kutai dapat
merujuk pada dua kerajaan yang berbeda, yakni: Kerajaan Kutai Mulawarman/ Martapura atau Kerajaan Kutai Kartanegara. Kutai Martapura
adalah kerajaan Hindu pertama di Indonesia. Sementara Kutai Kartanegara adalah
kerajaan yang pada akhirnya akan menaklukan Kutai Martapura dan berubah menjadi
Kesultanan Islam (Kerajaan Islam).
Pada kali ini akan dibahas
secara singkat tentang Kerajaan Kutai baik dari sejarah berdiri, masa kejayaan,
keruntuhan serta beberapa peninggalan
kerajaan tersebut.
Mari
simak dengan baik penjelasannya.
Sejarah Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai ini dapat
dikatakan kategori kerajaan tertua di Indonesia, Kerajaan Kutai adalah kerajaan
Hindu pertama di Indonesia, yang diperkirakan berdiri semenjak abad 5 Masehi
atau kurang lebih pada tahun 400 Masehi, dan mulai dibangun pada abad 4 Masehi.
Kerajaan ini pertama kali
didirikan oleh Maharaja Kudungga, yang kemudian menjadi raja pertama Kerajaan
Kutai. Beliau juga dipanggil
sebagai Dewa Ansuman (matahari), dalam sebuah stupa dijelaskan juga mengenai
alasan pemberian gelar tersebut.
Namun,
ada juga yang berpendapat bahwa pendiri Kutai adalah Asmawarman. Memang tidak
ada informasi akurat perihal pendiri kerajaan yang sebenarnya.
Tapi
Raja Kudungga masih dianggap sebagai pendiri Kerajaan Kutai yang paling kuat.
Kerajaan
Kutai tidak terletak dalam jalur perdagangan internasional di nusantara, tapi
kerajaan tersebut telah memiliki hubungan dagang dengan negeri India. Melalui
hubungan tersebutlah pengaruh Hindu mulai tersebar.
Salah
satu yang menjadi bukti bahwa kerajaan Kutai telah mengalami hubungan dengan
India adalah ditemukannya tujuh buah Prasasti Yupa atau semacam batu yang
bertuliskan bahasa Sanskerta. Sanskerta adalah bahasa Hindu asli yang
menggunakan aksara pallawa. Aksara tersebut telah digunakan di tanah Hindu dari
sekitar tahun 400 Masehi.
Melalui temuan itu, sejarawan dapat menyimpulkan bahwa Kerajaan Kutai adalah kerajaan Hindu yang tertua di Indonesia.
Letak Kerajaan Kutai
Sumber gambar: https://serupa.id/wp-content/uploads/2020/07/peta-lokasi-letak-kerajaan-kutai.jpg
Letak
Kerajaan Kutai diperkirakan berada di daerah Kecamatan Muarakaman di tepi
sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Daerahnya memiliki wilayah yang cukup luas,
karena luasnya bahkan kerajaan ini hampir menguasai seluruh Kalimantan. Sungai
Mahakam adalah sungai yang cukup besar dan memiliki beberapa anak sungai.
Sungai
Mahakam dapat dilayari dari pantai hingga masuk ke daerah Muarakaman, sehingga
sangat strategis untuk menjadi jalur perdagangan. Kemungkinan besar, itulah
penyebab orang-orang dari tanah India dengan mudah berada di sana meskipun
Kutai tidak berada di jalur internasional yang telah diketahui khalayak dunia.
Raja-raja Kerajaan Kutai Martapura
Hanya
ada lima nama raja yang tercatat dalam sumber sejarah, yakni 3 orang di
Prasasti Yupa beraksara Pallawa dan 2 orang dalam kitab Salasilah Raja dalam
Negeri Kutai Kertanegara beraksara Arab Melayu. Adapun informasi lain yang
menyebutkan daftar lebih dari 20 raja tidak berdasarkan sumber sejarah yang
autentik, melainkan dari ucapan meranyau seorang dukun dalam upacara adat belian.
Maharaja Kundungga
Nama
Maharaja Kundungga oleh para ahli sejarah ditafsirkan sebagai nama asli orang
Indonesia yang belum terpengaruh dengan nama budaya India. Pada awalnya
Kudungga memiliki kedudukan sebagai kepala suku, seiring dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah sistem pemerintahan
menjadi kerajaan. Kemudian, Kudungga menjadi raja pertama, dan diteruskan pada keturunannya.
Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)
Nama
Maharaja Aswawarman diyakini telah terpengaruh oleh budaya Hindu, berdasarkan
fakta kata "Warman" berasal dari bahasa Sanskerta, yang biasanya
digunakan untuk menyebut nama orang atau penduduk India Selatan. Maharaja
Aswawarman merupakan raja yang kuat dan cakap, yang berhasil memperluas
wilayah. Dibuktikan dengan adanya upacara Asmawedha, yaitu pelaksanaan
melepaskan kuda untuk menentukan batas wilayah.
Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
Mulawarman
adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman
sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara
penulisannya. Maharaja Mulawarman terkenal sebagai raja terbesar di Kerajaan
Kutai, pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mencapai puncak
kejayaannya. Rakyat hidup sejahtera dan tentram, bahkan raja mengadakan kurban
emas melimpah.
Masa Kejayaan Kerajaan Kutai
Pada
masa Kerajaan Kutai dipimpin oleh Raja Mulawarman Kutai mengalami masa
kejayaannya. Kehidupan ekonomi mengalami perkembangan yang pesat. Kejayaan ini
dapat dilihat dari aktivitas ekonomi. Dalam salah satu Prasasti Yupa yang
ditemukan diceritakan bahwa Raja Mulawarman telah melakukan upacara slametan
emas yang sangat banyak. Dikisahkan juga Raja Mulawarman pernah mempersembahkan
20.000 ekor sapi kepada para Brahmana. Tidak hanya itu, ia bahkan membuat
wilayah kekuasaan Kerajaan Kutai Martapura meliputi hampir seluruh Kalimantan
Timur.
Bahkan
diperkirakan Kerajaan Kutai juga telah menjalin hubungan perdagangan internasional
yang cukup besar. Para saudagar yang melewati jalur perdagangan internasional
dari India melewati Selat Makassar, lalu menuju ke Filipina dan sampai di Cina
diperkirakan biasanya singgah terlebih dahulu di Kutai. Hal tersebut menjadikan
Kerajaan Kutai semakin ramai dan makmur.
Kehidupan Kerajaan Kutai
Kehidupan
Kerajaan Kutai berpusat pada letak geografisnya yang strategis. Kerjaan ini
berdiri di lokasi strategis yang dapat diakses dengan mudah melalui jalur
maritim, meskipun bukan berada pada jalur internasional, dan juga kerajaan ini dapat
bercocok tanam di lahan subur karena adanya sungai Mahakam. Berikut adalah
penjelasan kehidupan Kerajaan Kutai dari berbagai bidang utamanya:
Di dalam salah satu Batu Yupa juga disebutkan bahwa terdapat tempat bernama Waprakeswara (tempat pemujaan Dewa Siwa), yang artinya masyarakat pada zaman itu pemeluk Agama Hindu Siwa di mana Dewa Siwa sendiri terkenal sebagai salah satu Trimurtis dan dikenal sebagai Dewa Kehancuran.
2. Bidang Sosial
Kerajaan Kutai memiliki golongan masyarakat yang mampu menguasai bahasa Sanskerta dan sudah terbiasa menulis menggunakan aksara Pallawa. Namun hanya terbatas pada golongan-golongan Brahmana. Penggolongan kelas masyarakat tersebut menjadi salah satu sistem sosial pada Kerajaan Kutai. Golongan yang lain adalah Ksatria yang terdiri dari kerabat-kerabat kerajaan. Masyarakat Kutai sendiri merupakan penduduk yang masih menjunjung tinggi suatu kepercayaan asli dari leluhurnya. Kerajaan sendiri telah berdasarkan agama Hindu Siwa dan golongan para brahmana (termasuk Mulawarman)
3. Bidang Politik
Mulawarman adalah raja yang paling disegani, namun tetap bijaksana dan murah hati. Bahkan Kudungga yang merupakan leluhurnya dapat dikatakan bukanlah pendiri Kutai karena dianggap masih terlalu banyak menggunakan konsep kerajaan yang terbatas terhadap keluarga raja saja.Selain itu, Mulawarman berhasil menciptakan stabilitas politik dengan cara melibatkan golongan lain di dalam kerajaan. Buktinya tertulis dalam salah satu Yupa yang ditemukan dan menyebutkan bahwa “Mulawarman adalah raja yang paling berkuasa, kuat, dan bijaksana”. Ia juga dikenal sebagai raja yang sangat dekat dengan kaum Brahmana dan rakyat.
4. Bidang Ekonomi
Kerajaan Kutai terletak di tepi sungai Mahakam, sehingga aktivitas utama dari masyarakatnya adalah melakukan kegiatan pertanian. Selain itu, mereka juga banyak melakukan perdagangan dengan negeri luar. Mata pencaharian lain banyak dilakukan oleh masyarakat Kerajaan Kutai adalah beternak sapi.Dalam salah satu Prasasti Yupa yang ditemukan dituliskan bahwa Raja Mulawarman pernah memberikan hadiah sapi sebanyak 20.000 ekor kepada para Brahmana. Artinya, pada abad 5 Masehi telah ada suatu peternakan yang sangat maju di Kerajaan Kutai.
Peninggalan-peninggalan Kerajaan Kutai
1. Prasasti Yupa
Sumber: https://www.kompasiana.com/nandafadillahe/5c933d917a6d88624c1736d2/yupa-dan-kutai
Tujuh Prasasti Yupa yang merupakan peninggalan prasasti terpenting Kerajaan Kutai adalah kesatuan prasasti yang masing-masing dipahatkan pada sebuah tiang batu andesit (monolit) yang disebut yupa. Prasasti tersebut beraksara Pallawa Awal dalam bahasa Sanskerta dengan ciri khas aksara Pallawa yang menggunakan box head pada bagian atas aksara (Kemdikbud, 2014).
Yupa adalah tiang batu (tugu) berukuran kurang lebih
1meter yang ditanam di atas tanah. Pada tiang batu ini terukir prasasti dari
kerajaan Kutai yang dianggap sebagai sumber tulisan tertua di Indonesia. Yupa
memiliki tiga fungsi utama, yaitu:
1.
Sebagai prasasti;
2.
Tiang pengikat hewan untuk upacara korban keagamaan;
3.
Lambang kebesaran raja.
Prasasti ini juga disebut dengan prasasti Kutai atau
prasasti Mulawarman. Ketujuh prasasti ini ditemukan di satu lokasi yang sama di
Muarakaman, daerah pedalaman sungai Mahakam di Kabupaten Kutai, Provinsi
Kalimantan Timur. Berikut adalah penjelasan dan deskripsi ketujuh prasasti
tersebut dalam surat keputusan Kemdikbud (2014) mengenai tujuh prasasti Yupa
koleksi museum nasional sebagai kawasan cagar budaya peringkat nasional.
Prasasti Yupa I (D.2a)
Berbentuk tiang batu yupa, aksara ditulis pada sisi
depan dengan bahasa Sansekerta menggunakan aksara Pallawa dalam 12 baris tulisan.
Isi Tulisan
Tulisan diawali dengan silsilah Raja Mulawarman yang
menyebutkan bahwa Sri Maharaja Kundungga yang berputra Aswawarman mempunyai
tiga orang anak. Anak yang paling terkemuka dari ketiga anaknya adalah
Mulawarman, raja yang berperadaban baik, kuat dan berkuasa. Dituliskan bahwa
Mulawarman telah mengadakan upacara bahusuwamnakam (emas amat banyak) sebagai
tanda peringatan selamatan tersebut maka tugu ini didirikan oleh para Brahmana.
Prasasti Yupa II (D.2b)
Bentuknya masih sama, tulisan juga dipahatkan pada
sisi depan namun hanya memiliki 8 baris tulisan dalam aksara palawa dan bahasa
sanskerta.
Isi Tulisan
Prasasi menyebutkan bahwa Sri Mulawarman adalah raja
mulia dan terkemuka dan telah memberikan sedekah sebanyak 20.000 ekor sapi kepada
para kaum Brahmana. Diibaratkan bahwa Sri Mulawarman seperti api di tanah suci
waprakeswara sebagai tanda kebijakan sang raja. Tugu peringatan ini juga dibuat
oleh para Brahmana yang datang di tempat tersebut.
Prasasti Yupa III (D.2c)
Prasasti memiliki bentuk yang sama dengan yang lain
(berupa yupa) dan memiliki 8 baris tulisan yang menggunakan aksara palawa dan
bahasa Sanskerta.
Isi Tulisan
Menyebutkan tentang kebaikan budi dan kebesaran Raja
Mulawarman, raja besar yang sangat mulia diwujudkan dengan sedekah yang banyak
sekali. Karena kebaikan itulah para brahmana mendirikan kembali yupa (tugu) ini
sebagai tanda peringatan.
Prasasti Yupa IV
Memiliki profil bentuk, ukuran dan tulisan yang sama
dengan ketujuh yupa yang ditemukan. Namun, tulisan sudah terhapus dan tidak
diketahui isinya. bagian yang masih jelas hanyalah pahatan bentuk segiempat
kecil bekas “kepala aksara” yang oleh J.G. de Casparis disebut “box-heads” (de
Casparis, 1975: 86).
Prasasti Yupa V
Prasasti ini dipahatkan pada bagian sisi depan dan
hanya memuat 4 baris tulisan beraksara Palawa dalam bahasa Sanskerta.
Isi Tulisan
Yupa ditulis sebagai peringatan atas dua sedekah yang
telah diberikan oleh Raja Mulawarman, berwujud segunung minyak kental dan lampu
dengan malai bunga.
Prasasti Yupa VI
Prasasti dipahatkan pada bagian depan dengan 8 baris
tulisan beraksara Pallawa dalam bahasa Sanskerta. Sayangnya bagian atas dan
sisi kiri prasasti telah rusak (pecah) dan terdapat beberapa kata pada akhir
baris yang terputus.
Isi Tulisan
Prasasti dimulai dengan seruan selamat kepada Sri
Maharaja Mulawarman yang termashur, yang telah memberikan persembahan kepada
kaum Brahmana berupa air, keju (ghrta), dan minyak wijen, ditambah dengan
sebelas ekor sapi jantan.
Prasasti Yupa VII
Masih sama dengan ketujuh prasasti yang ditemukan di
tempat itu, prasasti ini terdiri dari 8 baris aksara Palawa dalam bahasa
Sanskerta. Namun, terdapat beberapa baris yang telah aus aksaranya, sehingga
tidak dapat dibaca lagi.
Isi Tulisan
Sri Maharaja Mulawarman yang terkenal telah menaklukkan raja-raja lain dan menguasainya, seperti Raja Yudhistira, Diwa prakeswara, beliau menghadiahkan 40.000 (….), dan kemudian menghadiahkan lagi 30.000. Disebutkan pula bahwa terdapat penyelenggaraan upacara-upacara lainnya. Tugu tersebut dibangun oleh para Brahmana yang datang dari daerah lain.
2. Ketopong Sultan
Sumber:
https://www.romadecade.org/kerajaan-kutai/#
Sebuah mahkota raja Kutai. Terbuat dari emas seberat 1.98 kg, dan kini mahkota tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta.
3. Kalung Uncal
Sumber: https://sejarahlengkap.com/indonesia/kerajaan/peninggalan-kerajaan-kutai
Sebuah kalung emas berhiaskan liontin relief Ramayana, dengan berat 170 gram. Aksesoris ini dikenakan Sultan Kutai Kartanegara, menurut para ahli kalung ini berasal dari India dan hanya ada dua buah di dunia.
4. Kalung Ciwa
Sumber: https://sejarahlengkap.com/indonesia/kerajaan/sejarah-kerajaan-kutai/attachment/kalung-ciwa
Sebuah kalung milik Sultan, ditemukan di Danau Lipan pada tahun 1890, Muara Kaman. Hingga saat ini, kalung ciwa masih digunakan untuk pesta pengangkatan raja baju.
5. Pedang Sultan Kutai
Sebuah pedang dari emas padat, yang pada gagangnya terdapat ukiran seekor harimau. Sedangkan pada bagian ujung penutup pedang, ada ukiran seekor buaya. Pedang tersebut kini disimpan di Museum Nasional Jakarta.
6. Kura-Kura Emas
Sumber: https://sejarahlengkap.com/indonesia/kerajaan/peninggalan-kerajaan-kutai
Berukuran kecil, kira-kira sekepal tangan dan kini
tersimpan di Museum Mulawarman.
sumber : https://www.selasar.com/wp-content/uploads/2020/05/foto-kerajaan-kutai.jpg
Dianggap memiliki kekuatan mistis, di dalam kelambu kuning ini diketahui terdapat benda-benda peninggalan lainnya yang memiliki kekuatan magis juga.
8. Keris Bukit Kang
Sebuah keris yang digunakan Permaisuri Aji Putri Karang Melenu (Sultan Kutai Kartanegara pertama), saat melawan musuh.
10. Tali Juwita
Sumber: https://sejarahlengkap.com/indonesia/kerajaan/peninggalan-kerajaan-kutai
Terbuat dari 21 helai benang, yang biasa digunakan saat upacara adat seperti Bepelas. Menjadi simbol tujuh muara dan tiga anak sungai, yaitu Sungai Kelinjau, Kedang Pahu, dan Belayan.
11. Singgasana Raja
Sebuah tempat duduk khusus raja Kutai, yang sekarang disimpan di Museum Mulawarman.
12. Meriam
Sumber: https://ips.pelajaran.co.id/wp-content/uploads/2020/01/Meriam.jpg
Meriam milik Kerajaan Kutai, menjadi alat tempur yang kuat pada saat itu. Kini ada empat meriam yang tersimpan yaitu gentar bumi, sapu jagat, sri gunung, dan aji entong.
13. Keramik Kuno Tiongkok
Sumber: https://i2.wp.com/balubu.com/wp-content/uploads/2017/10/kramik.jpg?ssl=1
Sebuah keramik kuno yang diperkirakan berasal dari dinasti Cina, ditemukan di sekitar Danau Lipan. Hal ini menjadi bukti bahwa Kerajaan Kutai dan Kekaisaran Cina sempat menjalankan hubungan perdaganganSebuah alat musik yang konon berasal dari Jawa, dan menjadi peninggalan Kerajaan Kutai.
14. Tembok Majapahit
Meskipun milik kerajaan Majapahit, tembok ini masih
masuk ke dalam peninggalan Kerajaan Kutai.
Keruntuhan Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai runtuh Ketika Raja Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan melawan calon Raja Kutai Kartanegara ke-13, yaitu Aji Pangenan Anum Panji Mendapa. Perlu digaris bawahi bahwa Kutai Kartanegara adalah kerajaan berbeda yang berada di Kutai Lama (Tanjung Kute).
Sumber
lain mengatakan bahwa yang berhasil mengalahkan Kutai Mulawarman/ Kutai
Martapura dikenal dengan nama Sultan Aji Muhammad Idris. Selanjutnya, Kutai
Kartanegara memang berubah menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai
Kartanegara. Gelar raja dan pangeran juga telah berubah menjadi Sultan.
Referensi
1.
https://www.romadecade.org/kerajaan-kutai/#!
2.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kutai_Martapura
3.
https://serupa.id/kerajaan-kutai-sejarah-peninggalan-silsilah-kejayaan-keruntuhan/
4.
https://www.cryptowi.com/kerajaan-kutai/
Komentar
Posting Komentar